1. Rasulullah
SAW.
a. Harta
Rampasan Perang.
Rosulullah SAW
biasanya membagi seperlima (khums) dari rampasan perang tersebut menjadi tiga
bagian, bagian pertama untuk beliau dan keluarganya, bagian kedua untuk
kerbatnya dan bagian ketiga untuk anak yatim piatu, orang yang sedang
membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan. Empat perlima bagian yang
lain dibagi diantara prajurit yang ikut perang, dalam kasus tertentu beberapa
orang yang tidak ikut serta dalam perang juga mendapat bagian. Penunggang kuda
mendapat dua bagian, untuk dirinya sendiri dan kudanya.
b. fay’ atau
tanah dengan kepemilikan umum.
Tanah-tanah ini
dibiarkan dimiliki oleh pemilikinya dan penanamnya, sangat berbeda dari praktik
kekaisaran Romawi dan Persia yang memisah-misahkan tanah ini dari pemiliknya
dan membagikannya kepada elit militernya dan para prajurit.
c. Zakat
Fitrah dan Shadaqoh
Besarya zakat
fitrah adalah satu sha kurma, gandum, tepung keju, atau kisimis, setengah sha
gandum untuk setiap muslim, budak atau orang bebas, laki-laki atau perempuan,
muda atau tua dan dibayar sebelum Shalat Idul Fitri. Zakat diwajibkan pada
tahun ke-9 hijrah, sementara shodaqoh fitrah pada tahun ke-2 hijrah.
Akan tetapi ahli hadist memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9
hijrah ketika Maulana Abdul hasa berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan
kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela
dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum.
Pada masa
Rasulullah SAW, zakat dikenakan pada hal-hal berikut :
1) Benda
logam yang terbuat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk
lainnya
2) Benda
logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam
bentuk lainnya,
3) Binatang
ternak unta, sapi, domba, kambing
4) Berbagai
jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan
5) Hasil
pertanian termasuk buah-buahan
6) Luqta, harta
benda yang ditinggalkan mush
7) Barang
temuan
d. Uang
tebusan untuk para tawanan perang, hanya tidak disebutkan jumlah uang
tebusannya.
e. Pinjaman-pinjaman
setelah menaklukkan kota Mekkah untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin
dari Judhayma atau sebelum pertempuran Hawazin 30.000 dirham ( 20.000 dirham
menurut Bukhari ) dari Abdullah bin Rabia dan meminjam beberapa pakaian dan
hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah.
f. Amwal
fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli
waris atau berasal dari barang-barang orang muslim yang meninggalkan negerinya
g. Wakaf, harta
benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Alloh dan
pendapatannya akan didepositokan ke Baitul Maal,
h. Nawaib, pajak
yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam
rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi
pada masa Perang Tabuk,
i. Pencatatan
seluruh penerimaan negara pada masa Rosululloh SAW tidak ada, karena beberapa
alasan :
1) Jumlah
orang Islam yang bisa membaca, menulis dan mengenal aritmatika sedikit.
2) Sebagian
besar bukti pembayaran dibuat dalam bentuk yang sederhana baik yang
didistribusikan maupun yang diterima.
3) Sebagian
besar dari zakat hanya didistribusikan secara lokal.
4) Bukti-bukti
penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum digunakan.
5) Pada
kebanyakan kasus, ghanimah (harta yang didapatkan dari kemenangan perang) digunakan
dan didistribusikan setelah terjadi peperangan tertentu.
6) Catatan
mengenai pengeluaran secara rinci pada masa Rosululloh SAW juga tidak tersedia,
tetapi tidak bisa diambil kesimpulan bahwa sistem keuangan yang ada tidak
dijalankan sebagaiman semestinya. Dalam kebanyakan kasus pencatatan diserahkan
pada pengumpul zakat dan setiap orang pada umunya terlatih dalam masalah
pengumpulan zakat. Setiap perhitungan yang ada disimpan dan diperiksa sendiri
oleh Rosululloh SAW. Beliau juga memberikan nasihat kepada pengumpulan zakat
mengenai hadiah yang ia terima. Rosul SAW berperan sebagai eksekuitf,
legislatif, dan yudikatif, namun beliau tidak segan bertanya kepada sahabat dan
bertukar pikiran dengan orang-orang beriman dalam urusan mereka.
2. Abu
Bakar As-Sidiq (51 SH – 13 H / 537 – 634 M)
a. Khalifah
Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat. Beliau juga
mengambil langkah-langkah yang tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat
Islam termasuk Badui yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan
sepeninggal Rosululloh SAW.
b. Abu
Bakar As-Shidiq membangun kembali Baitul Maal dan meneruskan sistem
penditribusian harta untuk rakyat.
c. Beliau
juga mempelopori sistem penggajian bagi aparat negara, misalnya untuk khalifah
sendiri digaji amat sedikit, yaitu 2,5 atau 2,75 dirham per hari. Tunjangan
tersebut kurang mencukupi kemudian dinaikkan menjadi 2000 atau 2500 dirham,
pada riwayat lain 6000 dirham per tahun.
3. Umar
bin Khattab (40SH – 23H / 584 – 644 M)
a. Khalifah
Umar sangat memperhatikan sektor ekonomi untuk menunjang perekonomian
negerinya. Pada masa kekhalifahan Umar banyak dibangun saluran irigasi, waduk,
tangki kanal, dan pintu air seba guna untuk mendistribusikan air di ladang
pertanian
b. Hukum
perdagangan juga mengalami penyempurnaan untuk menciptakan perekonomi secara
sehat. Umar mengurangi beban pajak untuk beberapa barang, pajak perdagangan
nabati dan kurma Syiria sebesar 50%. Hal ini untuk memperlancar arus pemasukan
bahan makanan ke kota.
c. Pada
saat yang sama juga dibangun pasar agar tercipta peradangan dengan persaingan
yang bebas.
d. Pengawasan
terhadap penekanan harga.
e. Beliau
juga sangat tegas dalam menangani masalah zakat. Zakat dijadikan ukuran fiskal
utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Umar menetapkan
zakat atas harta dan bagi yang membangkang didenda sebesar 50% dari
kekayaannya.
f. Pada
masa beliau dibangun Institusi Administrasi dan Baitul Mal yang reguler dan
permanen di Ibu Kota, yang kemudian berkembang dan didirikan pula Baitul Mal
cabang di ibu kota propinsi. Baitul Mal secara tidak langsung berfungsi sebagai
pelaksana kebijakan fiskal negara Islam. Harta Baitul Mal dipergunakan mulai
untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim, serta anak-anak
terlantar, membiaya penguburan orang-orang miskin, membayarkan utang
orang-orang yang bangkrut, membayar uang diyat, untuk kasu-kasus tertentu,
sampai untuk pinjaman tanpa bunga untuk tujuan komersial.
g. Umar
mendirikan Diwan Islam yang disebut Al-Divan. Al- Divan adalah kantor yang
mengurusi pembayaran tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta
tujangan lainnya secara reguler dan tepat.
h. Khalifah
Umar juga membentuk komite yang terdiri dari Nassabternama untuk membuat
lapran sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya.
i.
Khalifah Umar menetapkan beberapa
peraturan sebagai berikut:
1) Wilayah
Irak yang ditaklukan menjadi muslim, sedangkan bagian yang berada dibawah
perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikannya tersebut
dapat dalihkan.
2) Kharaj (pajak
yang dibayarkan oleh pemilik-pemilik tanah negara taklukan), dibebankan
pada semua tanah yang termasuk kategori pertama, meskipun pemilik tersebut
kemudian memeluk Islam dengan demikian tanah seperti itu tidak daat dikonversi
menjadi tanah ushr
3) Bekas
pemilik tanah diberi hak kepemilikan, sepanjang mereka
memberi kharaj dan jizyah (pajak yang dikenakan bagi
penduduk non muslim sebagai jaminan perlindungan oleh negara)
4) Sisa
tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim
kembali bila ditanami oleh muslim diperlakukan sebagai tanah ushr.
5) Di
Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu rafiz (satu ukuran
lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan ngapan tanah
tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan
kepada ratbah(rempah atau cengkih) dan perkebunan,
6) Di
Mesir, menurut sebuah perjanjian Amar, dibebankan dua dinar, bahkan hingga
tiga irdabb gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, dan madu dan
rancangan ini telah disetujui Khalifah
7) Perjanjian
Damaskus ( Syiria ) menetapkan pembayaran tunai, pembagian tanah dengan muslim.
Beban per kepala sebesar satu dinar dan beban satu jarib ( unit berat
) yang diproduksi per jarib (ukuran) tanah.
4. Ustman
bin Affan ( 47 SH – 35H / 577 – 656 M )
a. Khalifah
Ustman mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh Umar. Pada enam tahun pertama
Balkh, Kabul, Ghazni Kerman, dan Sistan ditaklukan.
b. Kemudian
tindakan efektif dilakukan untuk pengembangan sumber daya alam. Aliran air
digali, jalan dibangun, pohon-pohon ditanam untuk diambil buah dan hasilnya dan
kebijakan di bidang keamanan perdagangan dilaksanakan dengan pembentukan
organisasi kepolisian tetap.
c. Usman
mengurangi jumlah zakat dari pensiun. Tabri menyebutkan ketika khalifah Ustman
menaikkan pensiun sebesar seratus dirham, tetapi tidak ada rinciannya. Beliau
menambahkan santunan dengan pakaian. Selain itu ia memperkenalkan kebiasaan
membagikan makanan di masjid untuk orang-orang miskin dan musafir.
d. Sumber
pendapatan pemerintah berasal dari zakat, ushr, kharaj, fay,
dan ghanimah. Zakat ditetapkan 2,5 persen dari modal aset. Ushr
ditetapkan 10 persen iuran tanah-tanah pertanian sebagaiman barang-barang
dagangan yang diimpor dari luar negeri. Kharaj merupakan iuran pajak pada
daerah-daerah yagn ditaklukan. Prosentase dari kharaj lebih tinggi dari ushr.
Ghanimah yang didapatkan dibagi 4/5 kepada para prajurit yang ikut andil dalam
perang sedangkan 1/5-nya disimpan sebagai kas negara.
5. Ali
bin Abi Thalib ( 23H – 40H / 600 – 661 M )
a. Beliau
mendistribusikan seluruh pendapatan provinsi yang ada di Baitul Mal Madinah ,
Busra, dan Kuffah. Ali ingin mendistribusikan sawad, namun ia menahan diri
untuk menghindari terjadi perselisihan.
b. Secara
umum, banyak kebijakan dari khalifah Ustman yang masih diterapkan, seperti alokasi
penegeluaran yang tetap sama. Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambahkan
jumlahnya pada masa Ustman hampir dihilangkan seluruhnya.
c. Khalifah
Ali mempunyai konsep yang jelas mengenai pemerintahan, administrasi umum dan
masalah-masalah yang berkaitan dengannnya seperti mendiskripsikan tugas dan
kewajiban dan tanggung jawab penguasa, menyusun dispensasi terhadap keadilan,
kontrol atas pejabat tinggi dan staf, menjelaskan kebaikan dan kekurangan
jaksa, hakim dan abdi hukum, menguraikan pendapatan pegawai administratif dan
pengadaan bendahara.
6. Dinasti Umayyah
a.
Khalifah
Muawiyah bin Abu Sofyan
1)
Mampu
membangun sebuah masyarakat muslim yang tertata rapi.
2)
Membangun
kantor catatan negara dan layanan pos (al-barid).
3)
Membangun
Pasukan Suriah menjadi kekuatan militer Islam yang terorganisir dan disiplin
tinggi.
4)
Mencetak
mata uang, mengembangkan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan
administrasi politik.
5)
Mengembangkan
jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan professional.
6)
Menerapkan
kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara
b.
Khalifah
Abdul Malik bin Marwan
1)
Mengembangkan
pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat
Islam, sebagai bentuk upaya penolakan atas permintaan pihak Romawi agar
Khalifah Abdul Malik bin Marwan menghapuskan kalimat Bismillahirahmanirrahim
dari mata uang yang berlaku pada saat itu. Dan selanjutnya, pada tahun 74 H/659
M beliau mencetak mata uang Islam tersendiri yang mencantumkan kalimat
Bismillahirahmanirrahim dan mendistribusikan keseluruh wilayah Islam serta
melarang pemakaian mata uang lain.
2)
Menjatuhkan
hukuman ta’zir kepada mereka yang mencetak mata uang di luar percetakan Negara.
3)
Melakukan
berbagai pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
c.
Khalifah
Umar bin Abdul Aziz
1)
Ketika
diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat dan
mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya
yang diperoleh secara tidak wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah
perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al
Wars, Yaman dan Fadak, hingga cincin berlian pemberian Al Walid.
2)
Selama
berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun dari baitul maal, termasuk
pendapatan Fai yang telah menjadi haknya.
3)
Memprioritaskan
pembangunan dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan
kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih baik daripada menambah perluasan
wilayah. Dalam rangka ini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi
dan memberikan hak kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.
4)
Dalam
melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih bersifat
melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
5)
Menghapus
pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajak kaum Nasrani, membuat
aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa.
6)
Memperbaiki
tanah pertanian, menggali sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan
tempat-tempat penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai
kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan
hingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat.
7)
Menetapkan
gaji pejabat sebesar 300 dinar dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja
sampingan. Selain itu pajak yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku
kepada tiga profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah.
8)
Dalam
bidang pertanian Khalifah Umar bin Abdul Aziz melarang penjualan tanah garapan
agar tidak ada penguasaan lahan. Ia memerintahkan amirnya untuk memanfaatkan
semaksimal mungkin lahan yang ada. Dalam menetapkan sewa tanah, khalifah
menerapkan prinsip keadilan dan kemurahan hati. Ia melarang memungut sewa
terhadap tanah yang tidak subur dan jika tanah itu subur, pengambilan sewa
harus memperhatikan tingkat kesejahteraan hidup petani yang bersangkutan.
9)
Menerapkan
kebijakan otonomi daerah. Setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk
mengelola zakat dan pajak secara sendiri-sendiri dan tidak mengharuskan
menyerahkan upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat
akan memberikan bantuan subsidi kepada wilayah Islam yang pendapatan zakat dan
pajaknya tidak memadai. Dan juga memberlakukan sistim subsidi antar wilayah,
dari yang surplus ke yang pendapatannya kurang.
10) Dalam menerapkan Negara yang adil dan makmur,
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadikan jaminan social sebagai landasan pokok.
Khalifah juga membuka jalur perdagangan bebas, baik didarat maupun dilaut,
sebagai upaya peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Pemerintah menghapus bea
masuk dan menyediakan berbagai bahan kebutuhan sebanyak mungkin dengan harga
yang terjangkau.
11) Pada masa-masa pemerintahannya, sumber-sumber
pemasukan Negara berasal dari zakat, hasil rampasan perang, pajak penghasilan
pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.
12) Kembalinya syariat Islam dengan semua ketinggian
dan kesempurnaannya untuk mewarnai seluruh aspek kehidupan.
7. Dinasti
Abbasyiah
a. Abu
Ja’far Al-Manshor (136 H-148 H)
1) Konsolidsi
dan penertiban administrasi birokrasi.
2) Membentuk
lembaga protokol agama, sekretaris negara dan kepolisian negara, membenahi
angkatn bersenjata, dan membentuk lembaga kehakiman negara.
3) Hemat
dalam membelanjakan harta Baitul Mal
b. Al-Mahdi
(158 H-169 H)
1) Pembangunan
tempat-tempat persinggahan para Musafir Haji.
2) Pembuatan
kolam-kolam air bagi para khalifah dagang.
3) Mengembalikan
seluruh harta yang dirampas ayahnya.
c. Harun
Al-Rasyid
1) Diversifikasi
sumber pendapatan Negara.
2) Membangun
Baitul Mal (dengan menunjuk beberapa diwan) :
a) Diwan
al-Khazanah
b) Diwan
al-azra’
c) Diwan
khaziun as siaab
3) Pendistribusian
Dana :
a) Riset
ilmiah dan penerjemahan buku-buku yunani
b) Biaya
pertahanan dan anggaran rutin pegawai
c) Biaya
para tahanan
4) Tiga
cara pemungutan al- kharaj
a) Al-muhasabah
b) Al-muqasamah
c) Al-muqata’ah
8. Abu
Yusuf
a. Mekanisme
1) Abu
Yusuf dalam membenahi sistem perekonomian, ia membenahi mekanisme ekonomi
dengan jalan membuka jurang pemisah antara kaya dan miskin.
2) Menggantikan
sistem wazifah dengan sistem muqasamah
3) Membangun
fleksibilitas sosial
4) Membangun
sistem politik dan ekonomi yang transparan
5) Pengaturan
pengeluaran negara, baik berkait dengan Insidental Revenue
(Ghanimah dan Fai’) maupun Permanent Revenue (Kharaj,
Jizyah, Ushr, dan Shadaqah/Zakat) dijelaskan secara transparan pengalokasiannya
kepada masyarakat, terutama kaitannya dengan fasilitas publik.
6) Menciptakan
sistem ekonomi yang otonom.
b. Keuangan
Publik
1)
Ghanimah
2)
Pajak (kharaj)
a) Wilayah
lain (di luar Arab) di bawah kekuasaan Islam
I.
Wilayah yang diperoleh melalui
peperangan.
II.
Wilayah yang diperoleh melalui
perjanjian damai.
III.
Wilayah yang dimiliki muslim diluar
Arab. (mebayarUsyr).
b) Wilayah
yang berada di bawah perjanjian damai
I.
Penduduk yang kemudian masuk Islam
(membayar Usyr).
II.
Penduduk yang tidak memeluk Islam
(membayar Kharaj).
c) Tanah
taklukan
I.
Penduduk yang masuk Islam sebelum
kekalahan, maka tanah yang mereka miliki akan tetap menjadi milik mereka dan
harus membayar Usyr.
II.
Tanah taklukan tidak diserahkan dan
tetap dimiliki dzimmi, maka wajib membayarKharaj.
III.
Tanah yang dibagikan kepada para pejuang,
maka tanah tersebut dipungut Usyr.
IV.
Tanah yang ditahan Negara, maka
kemungkinan jenis pajaknya adalah Usyr danKharaj.
3)
Zakat
a) zakat
pertanian.
Jumlah
pembayaran zakat pertanian adalah sebesar usyr yaitu 10% dan 5%, tergantung
dari jenis tanah dan irigasi. Yang termasuk kategori tanah ‘usryiyah menurut
abu yusuf adalah :
I.
Lahan yang termasuk jazirah arab,
meliputi hijaz, makkah, madinah dan yaman.
II.
Tanah tandus / mati yag dihidupkan
kembali oleh orang islam.
III.
Setiap tanah taklukan yang dibagikan
kepada tentara yang ikut berperang, seperti kasus tanah khaibar.
IV.
Tanah yang diberikan kepada orang islam,
seperti tanah yang dibagikan melalui institusi iqta kepada orang-orang yang
berjasa bagi Negara.
V.
Tanah yang dimiliki oleh orang islam
dari Negara, seperti tanah sebelumnya dimiliki oleh raja-raja Persia dan
keluarganya, atau tanah yang ditinggalkan oleh musuh yang terbunuh atau
melahirkan diri dari peperagan.
b) zakat
dari hasil mineral atau barang tambang lainnya.
Abu
yusuf dan ulama hanafiyah berpendapat bahwa standar zakat untuk barang-barang
tersebut, tarifnya seperti ganimah 1/5 atau 20% dari total produksi.
4) Faiy’
Semua harta fay’ dan harta- harta
yang mengikutinya berupa kharaj, jizyah dan usyr merupaka harta yang boleh
dimanfaatkan oleh kaum muslimin dan disimpan dalam Bait Al-Mal, semuanya
termasuk kategori pajak dan merupakan sumber pendapatan tetap bagi Negara,
harta tersebut dapat dibelanjakan untuk memelihara dan mewujudkan kemaslahatan
Umat.
5) Usyr
(Bea Cukai)
Tarif usyr ditetapkan sesuai dengan
status pedagang. Jika ia muslim maka ia akan dikenakan zakat pedagang sebesar
2,5% dari total barang yang dibawanya. Sedangkan ahl jimah dikenakan tariff 5%,
kafir harbi, dikenakan tariff 10%. Selain itu, kafir harbi dikenakan bea
sebanyak kedatangan mereka ke Negara islam. Tetapi, bagi pedagang muslim dan
pedagang ahl jimmah bea hanya dikenakan sekali dalam setahun.
a)
Pertama, barang-barang tersebut haruslah
barang-barang yang dimaksudkan untuk diperdagangkan.
b)
Kedua, nilai barang yang dibawa tidak
kurang dari 200 dirham.
9. Imam
Asy-Syaibani
a.
Al-Kasb (Kerja)
Dalam
kitab Al-Kasb (Kerja) ini, asy-Syaibani mendefinisikan al-Kasb (kerja) sebagai
mencari perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Berkenaan dengan hal
tersebut , Al-Syaibani menegaskan bahwa kerja yang merupakan unsur utama
produksi mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan karena
menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT dan karenanya, hukum bekerja
adalah wajib.
b.
Kekayaan dan Kefakiran
Ia
menyatakan apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian
bergegas pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya,
adalah lebih baik bagi mereka.
c.
Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian
Asy-Syaibani
membagi usaha perekonomian menjadi empat macam, yaitu sewa-menyewa,
perdagangan, pertanian dan perindustrian. Dari keempat usaha perekonomian
tersebut, Asy-Syabani lebih mengutamakan usaha pertanian. Menurutnya pertanian
memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam
melaksanakan berbagai kewajibannya.
d.
Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi
Al-Syaibani
mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu
ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara, yaitu
makan, minum, pakaian dan tempat tinggal.
e.
Distribusi Pekerjaan
Imam
Asy-Syaibani menandaskan bahwa seorang yang fakir membutuhkan orang kaya dan
orang kaya membutuhkan tenaga orang miskin. Dari hasil tolong menolong itu,
manusia jadi lebih mudah dalam menjalankan aktivitas kepada-Nya. Lebih jauh Asy-Syaibani
menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan niat melaksanakan ketaatan
kepada-Nya atau membantu saudaranya untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya,
pekerjaan tersebut niscaya akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya.
10.
Abu Ubaid
a.
Filosofi Hukum dari Sisi Ekonomi.
Jika
isi kitab al-Amwal dievaluasi dari sisi filosofi hukum, akan tampak bahwa Abu
Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama. Bagi Abu Ubaid,
pengimplementasian dari prinsip ini akan membawa kesejahtraan ekonomi dan
keselarasan sosial.
1) Abu
Ubaid menyatakan bahwa zakat tabungan dapat diberikan kepada negara ataupun
langsung kepada para penerimanya, sedangkan zakat komoditas harus diberikan
kepada pemerintah dan jika tidak, maka kewajiban agama diasumsikan tidak
ditunaikan.
2) Abu
Ubaid juga menekankan bahwa perbendaharaan negara tidak boleh disalahgunakan
atau dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan pribadinya. Dengan kata lain,
perbendaharaan negara harus digunakan untuk kepentingan publik.
3) Kaum
Muslimin dilarang menarik pajak terhadap tanah penduduk non-Muslim melebihi
dari apa yang diperbolehkan dalam perjanjian perdamaian.
4) Abu
Ubaid menekankan kepada petugas pengumpul kharaj, jizyah,
ushur, atauzakat untuk tidak menyiksa masyarakat, dan di lain sisi
masyarakat agar memenuhi kewajiban finansialnya secara teratur dan sepantasnya.
b.
Dikotomi Badui-Urban.
Pembahasan
mengenai dikotomi badui-urban dilakukan Abu Ubaid ketika menyoroti alokasi
pendapatan fai. Abu ubaid menegaskan bahwa, kaum badui bertentangan
dengan kaum urban (perkotaan).
c. Kepemilikan
dalam Konteks Kebijakan Perbaikan Pertanian.
Kepemilikan
menurut pemikiran abu Ubaid adalah mengenai hubungan anatara kepemilikan dengan
kebijakan perbaikan pertanian. Secara implisit Abu Ubaid mengemukakan bahwa
kebijakan pemerintahan, seperti iqta’ (enfeoffment) tanah
gurun dan deklarasi resmi terhadap kepemilikan individual atas tanah tandus
yang disuburkan, sebagai insentif untuk meningkatkan produksi pertanian. Maka
tanah yang diberikan dengan persyaratan untuk diolah dan dibebaskan dari
kewajiban membayar pajak, jika dibiarkan menganggur selama tiga tahun
berturut-turut, akan didenda dan kemudian dialihkan kepemilikannya oleh
penguasa. Bahkan tanah gurun yang termasuk hima pribadi dengan maksud
untuk direklamasi, jika tidak ditanami dalam periode yang sama, dapat ditempati
oleh orang lain melalui proses yang sama.
Dalam
pandangan Abu Ubaid, sumber daya publik, seperti air, padang rumput, dan api
tidak boleh dimonopoli seperti hima (taman pribadi). Seluruh sumber
daya ini hanya dapat dimasukkan ke dalam kepemilikan negara yang akan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
d. Reformasi
distribusi zakat
Abu
Ubaid mengindikasikan adanya tiga kelompok sosio-ekonomi yang terkait dengan
setatus zakat, yaitu:
1) Kalangan kaya yang terkena wajib zakat
2)
Kalangan menengah yang tidak terkena wajib zakat, tetapi juga tidak berhak
menerima zakat.
3)
Kalangan menerima zakat
e. Fungsi
Uang
Pada prinsipnya, Abu Ubaid mengakui adanya dua
fungsi uang, yakni sebagi standar nilai pertukaran (standard of exchange value) dan media pertukaran(medium of exchange).
11.
Imam Yahya bin Umar
a. Ihtikar
(Monopoly’s Rent-Seeking)
1) Yahya
bin Umar menyatakan bahwa timbulnya kemudaratan terhadap masyarakat merupakan
syarat pelarangan penimbunan barang. Apabila hal tersebut terjadi, barang
danganan hasil timbunan tersebut harus dijual dan keuntungan dari hasil
penjualan ini disedekahkan sebagai pendidikan terhadap para pelaku ihtikar.
Adapun para pelaku ihtikar itu sendiri hanya berhak mendapat modal pokok mereka.
2) Menurut
Yahya bin Umar apabila harga di pasar mengalami ketidak stabilan karena ulah
dari beberapa pedagang, maka pemerintah sebagai lembaga formal harus melakukan
intervensi terhadap harga di pasar tersebut, dengan mengembalikan tingkat harga
pada Equilibrium Price (keseimbangan
harga).
b. Siyasah
al-Ighraq (Dumping Policy)
Siyasah
al-Ighraq (dumping) adalah sebuah aktivitas perdagangan yang bertujuan untuk
mencari keuntungan dengan jalan menjual barang pada tingkat harga yang lebih
rendah dari harga yang berlaku di pasaran. Menurut Dr. Rifa’at Al – Audi,
pernyataan Yahya bin Umar yang melarang praktek banting harga (dumping) bukan
dimaksudkan untuk mencegah harga – harga menjadi murah. Namun, pelarangan
tersebut dimaksudkan untuk mencegah dampak negatifnya terhadap mekanisme pasar
dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
c. Intervensi
Pemerintah terhadap Ta’sir (Regulasi Harga)
Dua
hal yang membolehkan pemerintah melakukan intervensi terhadap regulasi harga di
pasar, yaitu:
1) Para
pedagang tidak menjual barang dagangan tertentu (Ihtikar/Monopoly’s Rent-Seeking), padahal masyarakat sangat
membutuhkannya, akibat ulah dari sebagian pedagang tersebut, harga di pasar
menjadi tidak stabil dan hal tersebut dapat membahayakan kehidupan masyarakat
luas dan mencegah terciptanya masyarakat yang sejahtera.
2)
Sebagian pedagang melakukan praktek
siyasah al ighraq atau banting harga (dumping). Praktek banting harga dapat
menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan stabilitas
harga di pasar.
12.
Imam Al-Ghozali
a. Evolusi
Pasar
Pada
saat itu, terjadi sebuah pasar dimana seorang penjual pakaian yang kebetulan
ingin membeli makanan bertemu dengan penjual makanan yang ingin membeli
pakaian, maka dari itu terjadilan sebuah pasar. Namun lain halnya dengan
pedagang pisau yang ingin membeli makanan namun pedagang makanan tidak ingin
membeli pisau. Dari hal ini menurut Al-Ghazali haruslah diciptakan sebuah pasar
yang memuat semua pedagang dari berbagai kebutuhan untuk berkumpul pada sebuah
daerah yang dinamakan.
b. Aktivitas
Produksi
Dalam
aktivitas produksi, Al-Ghozali membagi aktivitas produksi menjadi tiga bagian,
yaitu (i) industri pasar, (ii) aktivitas penyokong (iii) aktivitas
komplementer.
c. Evolusi
Uang
Secara
umum, Al Ghazali menjelaskan secara komprehensif mengenai permasalahan dalam
barter. Beberapa permasalahan barter menurutnya adalah:
1) kurang
memiliki angka penyebut yang sama
2) Barang tidak
dapat dibagi-bagi
3) Keharusan
adanya dua keinginan yang sama.
d. Pajak
ketika sumber pendapatan negara sedang tidak ada.
e. Kewajiban
selain zakat.
13.
Ibnu Hazm
a. Masalah
Sewa Tanah dan Kaitannya Dengan Pemerataan Kesempatan.
Ibnu
Hazm memberikan tiga alternatif penggunaan
tanah yaitu Pertama, Tanah tersebut dikerjakan atau di garap oleh
pemiliknya sendiri. Kedua, Pemilik mengizinkan orang lain menggarap tanah
tanpa meminta sewa. Ketiga, Pemilik memberikan kesempatan orang lain
untuk menggarapnya dengan bibit, alat, atau tenaga kerja yang berasal dari
dirinya, kemudian pemilik memperoleh bagian dari hasilnya dengan persentasi
tertentu sesuai kesepakatan.
b. Jaminan
sosial bagi orang tidak mampu
1) Pemenuhan
Kebutuhan Pokok (Basic Needs) dan Pengentasan Kemiskinan.
I.
Ibnu Hazm menyebutkan empat kebutuhan
pokok yang memenuhi standar kehidupan manusia, yaitu makanan, minuman, pakaian,
dan perlindungan (rumah). Makanan dan minuman harus dapat memenuhi kesehatan
dan energi. Pakian harus dapat menutupi aurat dan melindungi seseorang dari
berbagai dari udara panas dan dingin serta hujan. Rumah harus dapat melindungi
seseorang dari berbagai cuaca dan juga memberikan tingkat kehidupan pribadi
yang layak.
II.
Salah satu pandangan Ibnu Hazm dalam
masalah ini adalah sebagai berikut:
“Orang-orang
kaya dari penduduk setiap negari wajib menanggung kehidupan orang-orang fakir
miskin diantara mereka. Pemerintah harus memaksakan hal ini terhadap mereka
jika zakat dan harta kaum muslimin (bait al-mal) tidak cukup untuk
mengatasinya, orang kafir miskin itu harus diberi makanan dari bahan makanan
semestinya, pakian untuk musim dingin dan musim panas yang layak, dan tempat
tinggal yang dapat melindungi mereka dari hujan, panas matahari, dan pandangan
orang-orang yang lalu lalang”.
2) Kewajiban
Mengeluarkan Harta Selain Zakat.
Adapun
kewajiban harta selain zakat sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta
kebutuhan atau bersifat aridhi (muncul belakangan karna suatu sebab)
dan bukan dzati dan tidak tertentu jumlahnya. Kewajiban akan
mengalami perubahan sesuai dengan perubahan lingkungan, situasi, dan kondisi.
Jika fakir miskin dan orang-orang yang layak untuk disantuni tidak ada dalam
suatu waktu, kewajiban tersebut hillang dengan sendirinya.
14.
Nidzam Al-Mulk
a. Nizam
Al-Mulk menyadari sepenuhnya mengenai 3 faktor, yaitu : kemakmuran,
produktivitas dan efisiensi. Mengamankan kesejahteraan dapat meningkatkan lebih
besar produktivitas yang diharapkan dan efisiensi.
b. Menurut
Nizam Al-Mulk, stabilitas nasional dapat dicapai dengan memastikan bahwa
kebutuhan pokok masyarakat dipenuhi secukupnya. Negara harus bisa menjamin
ketersediaan pasokan yang cukup selama terjadi serangan hama atau gagal panen.
c. Nizam
Al-Mulk menegaskan bahwa persamaan hak dalam kesempatan melakukan kegiatan
ekonomi adalah persyaratan awal untuk mencapai persamaan sosial. Upaya ekonomi
untuk mencapai tujuan ini mencakup manajemen zakat yang efektif, bangunan
pondok dan rumah untuk rakyat miskin, dan tersedianya lapangan kerja bagi
rakyat sesuai kapasitas dan imbalannya.
d. Nizam
Al-Mulk tidak menyangkal bahwa sistem pajak yang baik menjadi basis keuangan
yang sehat. Walaupun demikian, ia percaya bahwa keuangan yang sehat bukanlah
segala-galanya untuk menghindari kesulitan nasional.
e. Terkait
dengan persoalan pajak tanah, Nizam Al-Mulk merekomendasikan pembatalan dari
pembebanan (charge) oleh tuan tanah terhadap petani yang tidak dapat memenuhi
kewajibannya membayar pajak. Dalam pandangannya, tuan tanah hanyalah sebatas
pengumpul pajak, bahkan mereka tidak mempunyai hak untuk menetapkan jumlah
pajak karena hal tersebut merupakan hak mutlak pemerintah. Dalam hal ini, Nizam
Al-Mulk ingin mengurangi kekuasaan dan hak mutlak para tuan tanah, dan
menjadikan pemerintah menjadi lebih berkuasa.
15. Ibnu
Taimiyah
a. Uang
dan Kebijakan Moneter
Secara
khusus, Ibnu Taimiyah menyebutkan dua fungsi uang sebagai pengukur nilai dan
media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ibnu Taimiyah juga
menentang keras praktek perdagangan uang, karena itu mengalihkan fungsi uang
dari fungsi yang sebenarnya. Ibnu Taimiyah juga menentang keras terjadinya
penurunan nilai uang dan penetapan uang yang berlebihan. Pernyataan tersebut
memperlihatkan bahwa Ibnu Taimiyah memahami pemikiran tentang hubungan antara
jumlah uang total volume transaksi dan tingkat harga. Ibnu Taimiyah juga
meminta para penguasa untuk mencetak mata uang sesuai nilai riilnya agar
kesejateraan masyarakat tetap terjamin karena nilai uang sesuai dengan nilai
intrisiknya.
b. Fungsi
Uang dan Perdagangan Uang
Dalam
hal uang, beliau menyatakan bahwa fungsi utama uang adalah sebagai alat
pengukur nilai dan sebagai media untuk memperlancar pertukaran barang. Terdapat
sejumlah alasan mengapa uang dalam Islam dianggap sebagai alat untuk melakukan
transaksi, bukan diperlakukan sebagai komoditas yaitu :
1) Uang
tidak mempunyai kepuasan intrinsik (intrinsic utility) yang dapat memuaskan
kebutuhan dan keinginan manusia secara langsung. Uang harus digunakan untuk
membeli barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan. Sedangkan komoditi mempunyai
kepuasan intrinsik, seperti rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai. Oleh
karena itu uang tidak boleh diperdagangkan dalam Islam.
2) Komoditas
mempunyai kualitas yang berbeda-beda, sementara uang tidak. Contohnya uang
dengan nominal Rp.10.000,- yang kertasnya kumal nilainya sama dengan kertas
yang bersih. Hal itu berbeda dengan harga mobil baru dan mobil bekas meskipun
model dan tahun pembuatannya sama.
3) Komoditas
akan menyertai secara fisik dalam transaksi jual beli. Misalnya kita akan
memilih sepeda motor tertentu yang dijual di showroom. Sementara uang tidak
mempunyai identitas khusus, kita dapat membeli mobil tersebut secara tunai maupun
cek. Penjual tidak akan menanyakan bentuk uangnya seperti apa.
16. Ibnu
Kaldun
a. Teori
Produksi
Ibnu
Khaldun menganjurkan organisasi sosial dan produksi dalam bentuk suatu
spesialisasi kerja. Hanya spesialisasi saja yang memberikan produktivitas yang tinggi.
Hal ini perlu untuk penghasilan dari suatu penghidupan yang layak. Hanya
pembagian kerja yang memungkinkan terjadinya suatu surplus dan perdagangan
antara para produsen. Bagi Ibnu Khaldun, tenaga kerja adalah faktor produksi
yang paling penting. Karena itu, semakin banyak populasi yang aktif, semakin
banyak produksinya. Dengan demikian, Ibnu Khaldun menguraikan suatu teori yang
menunjukkan interaksi antara permintaan dan penawaran, permintaan menciptakan
penawarannya sendiri yang pada gilirannya menciptakan permintaan yang
bertambah.
b. Teori
Nilai, Uang dan Harga
1) Teori
Nilai
Bagi
ibnu Khaldun, nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang
dikandungnya. Begitu juga kekayaan bangsa-bangsa tidak ditentukan oleh jumlah
uang yang dimiliki bangsa tersebut, tetapi ditentukan oleh produksi barang dan
jasanya dan oleh neraca pembayaran yang sehat. Neraca pembayaran yang sehat
adalah konsekuensi alamiah dari tingkat produksi yang tinggi.
2) Teori
Uang
Ibnu
Khaldun mengatakan bahwa uang tidak perlu mengandung emas dan perak, tetapi
emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang yang tidak mengandung emas dan
perak merupakan jaminan pemerintah menetapkan nilainya dan pemerintah tidak
boleh mengubahnya.
3) Teori
Harga
Ibnu
Khaldun membagi jenis barang menjadi barang kebutuhan pokok dan barang mewah.
Kemudian beliau berpendapat, naik turunnya penawaran terhadap harga ketika
barang-barang yang tersedia sedikit, harga-harga akan naik. Namun bila jarak
antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, akan banyak barang yang
diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan
turun.
c. Teori
Distribusi
Harga
suatu produk terdiri dari tiga unsur : gaji, laba, dan pajak. Setiap unsur ini
merupakan imbal jasa bagi setiap kelompok dalam masyarakat : gaji adalah imbal
jasa bagi produser, laba adalah imbal jasa bagi pedagang, dan pajak adalah
imbal jasa bagi pegawai negeri dan penguasa. Karenanya Ibnu Khaldun membagi
perekonomian ke dalam tiga sektor : produksi, pertukaran, dan layanan
masyarakat.
d. Teori
Siklus
Bagi
Ibnu Khaldun, produksi bergantung kepada penawaran dan permintaan terhadap
produk. Penawaran tergantung kepada jumlah produsen dan hasratnya untuk
bekerja, demikian juga permintaan tergantung kepada jumlah pembeli dan hasrat
mereka untuk membeli. Variabel penentu bagi produksi adalah populasi serta
pendapatan dan belanja negara, keuangan publik. Namun menurut Ibnu Khaldun
populasi dan keuangan publik harus menaati hukum yang tidak dapat ditawar-tawar
dan selalu berfluktuasi.
17.
Ibnu Ishak Asy-Syatibi
a. Objek
Kepemilikan.
Pada dasarnya, Al-Syatibi mengakui
hak milik individu. Namun, ia menolak kepemilikan individu terhadap setiap
sumber daya yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak. Ia menegaskan bahwa
air bukanlah objek kepemilikan dan penggunaanya tidak bisa dimiliki oleh
seorang pun.
b. Pajak
Dalam pandangan Al-Syatibi,
pemungutan pajak harus dilihat dari sudut pandang maslahah (kepentingan umum).
Syariah menginginkan setiap individu memperhatikan kesejahteraan mereka.
Asy-Syatibi menggunakan istilah maslahah untuk menggambarkan tujuan syariah
ini. Dengan kata lain, manusia senantiasa dituntut untuk mencari kemaslahatan.
18.
Imam Al-Maqrizi
a. Fungsi
Mata Uang
Bagi
Al-Maqrizi, mata uang mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
ummat manusia, karena dengan menggunakan uang, manusia dapat memenuhi kebutuhan
hidup serta memperlancar aktivitas kehidupannya.
b. Implikasi
Penciptaan Mata Uang Buruk
Al-Maqrizi
menyatakan bahwa penciptaan mata uang dengan kualitas yang buruk akan
melenyapkan mata uang yang berkualitas baik.
c. Daya
Beli Uang
Percetakan
mata uang harus disertai dengan perhatian yang lebih besar dari pemerintah
untuk menggunakan mata uang tersebut dalam bisnis selanjutnya. Pengabaian
terhadap hal ini, sehingga terjadi peningkatan yang tidak seimbang dalam
pencetakan uang dengan aktivitas produksi dapat menyebabkan daya beli riil uang
mengalami penurunan
d. Teori
Inflasi
Al-Maqrizi
meyatakan bahwa peristiwa inflasi merupakan sebuah fenomena alam yang menimpa
kehidupan masyarakat di seluruh dunia sejak masa dahulu hingga sekarang.
Menurutnya terjadi ketika harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan
berlangsung terus-menerus. Al-Maqrizi membagi Inflasi menjadi dua hal, sebagai
berikut :
1) Inflasi
Alamiah
Inflasi
jenis ini disebabkan oleh berbagai faktor alamiah yang tidak bisa dihindari
oleh manusia. Menurut Al-Maqrizi, ketika suatu bencana alam terjadi, berbagai
bahan makanan dan hasil bumi lainnya mengalami gagal panen, sehingga persediaan
barang-barang tersebut mengalami penurunan yang sangat drastic dan terjadi
kelangkaan.
2) Inflasi
Karena Kesalahan Manusia
Selain
faktor alam, Al-Maqrizi menyatakan bahwa inflasi dapat terjadi akibat kesalahan
manusia. Ia telah mengidentifikasi tiga hal yang menyebabkan terjadinya inflasi
jenis kedua ini yaitu: korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang
berlebihan dan peningkatan sirkulasi mata uang.
19.
Abu A’la Al-Maududi
a. Prinsip-prinsip
Dasar
1) Kepimilikan
pribadi dan batasannya (private properti and its limits).
2) Keadilan
distribusi (equetable distribution).
3) Hak-hak
sosial
4) Zakat
5) Hukum
waris (law of inheritance)
6) Peran
tenaga kerja,modal, dan pengelolaan (role of labour, capital, manegement).
7) Zakat
dan kesejahteraan sosial (zakat and social welfare)
8) Ekonomi
bebas riba (interset-free economy)
9) Hubungan
antara ekonomi, politik dan aturan sosial.
b. Teori
Bunga
Menurut al-Maududi, bunga yang dipungut oleh bank itu
haram hukumnya. Karena, terdapat pembayaran lebih dari uang yang dipinjamkan
dan sangat menyengsarakan masyarakat. Sedangkan uang lebih dari itu adalah riba,
dan riba itu adalah haram hukumnya.
c. Teori
Piutang Menanggung Resiko
Sewa
merupakan kompensasi terhadap resiko yang ditanggung oleh kreditor karena
memberi pinjaman dan sekaligus imbalan karena ia memberikan pinjaman modalnya.
d. Teori
Peminjam Memeroleh Keuntungan
Naik
turunya, keuntungan sejalan dengan naik turunya waktu dan tidak ada alasan
mengapa kreditor tidak boleh mengenakan harga(waktu) sesuai dengan lamanya
waktu.
e. Teori
produktivitas modal
Modal
adalah produktif yang dapat diartikan bahwa modal mempunyai daya untuk
menghasilkan barang yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dapat dihasilkan
tanpa modal itu, atas modal mempunyai daya untuk menghasilkan tanpa modal
tersebut, atau bahwa modal mempunyai daya untuk menghasilkan nilai tambah
daripada nilai yang telah ada itu sendiri.
20.
Baqir as-Sadr
a.
Ekonomi
Islam
Menurutnya,
ekonomi Islam adalah sebuah doktrin, semua aturan dasar dalam kehidupan ekonomi
dihubungkan dengan ideologinya mengenai
(keadilan sosial). Di dalam doktrin ekonominya, keadilan menempati
posisi sentral. Keadilan merupakan penilaian moral dan tidak dapat diuji.
1)
Distribusi
pendapatan
Distribusi pendapatan adalah suatu proses pembagian
(sebagian hasil penjualan produk total) kepada faktor-faktor yang ikut
menentukan pendapatan. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu faktor tenaga
kerja, tanah, modal, dana managemen. Lalu besaran distribusi pendapatan
ditentukan oleh tingkat peranan masing-masing faktor produksi.
2)
Distribusi
Sadr membagi distribusi menjadi dua bagian :
a.
Pre-Production
distribution (distribusi sebelum produksi)
Membahas distribusi tanah dan sumber daya alam lain
yang diistilahkan dengan kekayaan primer. Dalam segi kepemilikan sumber daya
alam, ia membaginya menjadi 4 kategori yaitu: tanah, bahan mentah, sumber daya
alam di dalam tanah dan air, serta sumber daya lain (produk laut, sungai,
buah-buahan).
b.
Post-production
distribution (distribusi sesudah produksi)
Sadr menyatakan bahwa Islam tidak menganggap semua
faktor produksi (ataupun pemiliknya) itu sama sederajat yakni orang yang
melakukan prduksi adalah pemilik riil dari barang yang dihasilkan. Dan
meletakkan manusia sebagai majikan bukan budak produksi. Ada beberapa bentuk
distribusi kekayaan/pendapatan yang diatur oleh Islam sebagai faktor produksi
yaitu :
-
Sewa
atas tanah
-
Upah
bagi pekerja
-
Imbalan
atas modal
-
Laba
bagi perusahaan
No comments:
Post a Comment