Wednesday 27 November 2013

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM



1.    Rasulullah SAW.
a.    Harta Rampasan Perang.
Rosulullah SAW biasanya membagi seperlima (khums) dari rampasan perang tersebut menjadi tiga bagian, bagian pertama untuk beliau dan keluarganya, bagian kedua untuk kerbatnya dan bagian ketiga untuk anak yatim piatu, orang yang sedang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan. Empat perlima bagian yang lain dibagi diantara prajurit yang ikut perang, dalam kasus tertentu beberapa orang yang tidak ikut serta dalam perang juga mendapat bagian. Penunggang kuda mendapat dua bagian, untuk dirinya sendiri dan kudanya.
b.    fay’ atau tanah dengan kepemilikan umum.
Tanah-tanah ini dibiarkan dimiliki oleh pemilikinya dan penanamnya, sangat berbeda dari praktik kekaisaran Romawi dan Persia yang memisah-misahkan tanah ini dari pemiliknya dan membagikannya kepada elit militernya dan para prajurit.
c.    Zakat Fitrah dan Shadaqoh
Besarya zakat fitrah adalah satu sha kurma, gandum, tepung keju, atau kisimis, setengah sha gandum untuk setiap muslim, budak atau orang bebas, laki-laki atau perempuan, muda atau tua dan dibayar sebelum Shalat Idul Fitri. Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 hijrah, sementara shodaqoh fitrah pada tahun ke-2 hijrah. Akan tetapi ahli hadist memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 hijrah ketika Maulana Abdul hasa berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum.
Pada masa Rasulullah SAW, zakat dikenakan pada hal-hal berikut :
1)      Benda logam yang terbuat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya
2)      Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya,
3)      Binatang ternak unta, sapi, domba, kambing
4)      Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan
5)      Hasil pertanian termasuk buah-buahan
6)      Luqta, harta benda yang ditinggalkan mush
7)      Barang temuan
d.   Uang tebusan untuk para tawanan perang, hanya tidak disebutkan jumlah uang tebusannya.
e.    Pinjaman-pinjaman setelah menaklukkan kota Mekkah untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin dari Judhayma atau sebelum pertempuran Hawazin 30.000 dirham ( 20.000 dirham menurut Bukhari ) dari Abdullah bin Rabia dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah.
f.     Amwal fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang orang muslim yang meninggalkan negerinya
g.    Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Alloh dan pendapatannya akan didepositokan ke Baitul Maal,
h.    Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa Perang Tabuk,
i.      Pencatatan seluruh penerimaan negara pada masa Rosululloh SAW tidak ada, karena beberapa alasan :
1)      Jumlah orang Islam yang bisa membaca, menulis dan mengenal aritmatika sedikit.
2)      Sebagian besar bukti pembayaran dibuat dalam bentuk yang sederhana baik yang didistribusikan maupun yang diterima.
3)      Sebagian besar dari zakat hanya didistribusikan secara lokal.
4)      Bukti-bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum digunakan.
5)      Pada kebanyakan kasus, ghanimah (harta yang didapatkan dari kemenangan perang) digunakan dan didistribusikan setelah terjadi peperangan tertentu.
6)      Catatan mengenai pengeluaran secara rinci pada masa Rosululloh SAW juga tidak tersedia, tetapi tidak bisa diambil kesimpulan bahwa sistem keuangan yang ada tidak dijalankan sebagaiman semestinya. Dalam kebanyakan kasus pencatatan diserahkan pada pengumpul zakat dan setiap orang pada umunya terlatih dalam masalah pengumpulan zakat. Setiap perhitungan yang ada disimpan dan diperiksa sendiri oleh Rosululloh SAW. Beliau juga memberikan nasihat kepada pengumpulan zakat mengenai hadiah yang ia terima. Rosul SAW berperan sebagai eksekuitf, legislatif, dan yudikatif, namun beliau tidak segan bertanya kepada sahabat dan bertukar pikiran dengan orang-orang beriman dalam urusan mereka.

2.    Abu Bakar As-Sidiq (51 SH – 13 H / 537 – 634 M)
a.       Khalifah Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat. Beliau juga mengambil langkah-langkah yang tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat Islam termasuk Badui yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan sepeninggal Rosululloh SAW.
b.      Abu Bakar As-Shidiq membangun kembali Baitul Maal dan meneruskan sistem penditribusian harta untuk rakyat.
c.       Beliau juga mempelopori sistem penggajian bagi aparat negara, misalnya untuk khalifah sendiri digaji amat sedikit, yaitu 2,5 atau 2,75 dirham per hari. Tunjangan tersebut kurang mencukupi kemudian dinaikkan menjadi 2000 atau 2500 dirham, pada riwayat lain 6000 dirham per tahun.

3.    Umar bin Khattab (40SH – 23H / 584 – 644 M)
a.       Khalifah Umar sangat memperhatikan sektor ekonomi untuk menunjang perekonomian negerinya. Pada masa kekhalifahan Umar banyak dibangun saluran irigasi, waduk, tangki kanal, dan pintu air seba guna untuk mendistribusikan air di ladang pertanian
b.      Hukum perdagangan juga mengalami penyempurnaan untuk menciptakan perekonomi secara sehat. Umar mengurangi beban pajak untuk beberapa barang, pajak perdagangan nabati dan kurma Syiria sebesar 50%. Hal ini untuk memperlancar arus pemasukan bahan makanan ke kota.
c.       Pada saat yang sama juga dibangun pasar agar tercipta peradangan dengan persaingan yang bebas.
d.      Pengawasan terhadap penekanan harga.
e.       Beliau juga sangat tegas dalam menangani masalah zakat. Zakat dijadikan ukuran fiskal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Umar menetapkan zakat atas harta dan bagi yang membangkang didenda sebesar 50% dari kekayaannya.
f.       Pada masa beliau dibangun Institusi Administrasi dan Baitul Mal yang reguler dan permanen di Ibu Kota, yang kemudian berkembang dan didirikan pula Baitul Mal cabang di ibu kota propinsi. Baitul Mal secara tidak langsung berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam. Harta Baitul Mal dipergunakan mulai untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar, membiaya penguburan orang-orang miskin, membayarkan utang orang-orang yang bangkrut, membayar uang diyat, untuk kasu-kasus tertentu, sampai untuk pinjaman tanpa bunga untuk tujuan komersial.
g.      Umar mendirikan Diwan Islam yang disebut Al-Divan. Al- Divan adalah kantor yang mengurusi pembayaran tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tujangan lainnya secara reguler dan tepat.
h.      Khalifah Umar juga membentuk komite yang terdiri dari Nassabternama untuk membuat lapran sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya.
i.        Khalifah Umar menetapkan beberapa peraturan sebagai berikut:
1)      Wilayah Irak yang ditaklukan menjadi muslim, sedangkan bagian yang berada dibawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikannya tersebut dapat dalihkan.
2)      Kharaj (pajak yang dibayarkan oleh pemilik-pemilik tanah negara taklukan), dibebankan pada semua tanah yang termasuk kategori pertama, meskipun pemilik tersebut kemudian memeluk Islam dengan demikian tanah seperti itu tidak daat dikonversi menjadi tanah ushr
3)      Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan, sepanjang mereka memberi kharaj dan jizyah (pajak yang dikenakan bagi penduduk non muslim sebagai jaminan perlindungan oleh negara)
4)      Sisa tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali bila ditanami oleh muslim diperlakukan sebagai tanah ushr.
5)      Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu rafiz (satu ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan ngapan tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah(rempah atau cengkih) dan perkebunan,
6)      Di Mesir, menurut sebuah perjanjian Amar, dibebankan dua dinar, bahkan hingga tiga irdabb gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, dan madu dan rancangan ini telah disetujui Khalifah
7)      Perjanjian Damaskus ( Syiria ) menetapkan pembayaran tunai, pembagian tanah dengan muslim. Beban per kepala sebesar satu dinar dan beban satu jarib ( unit berat ) yang diproduksi per jarib (ukuran) tanah.

4.    Ustman bin Affan ( 47 SH – 35H / 577 – 656 M )
a.       Khalifah Ustman mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh Umar. Pada enam tahun pertama Balkh, Kabul, Ghazni Kerman, dan Sistan ditaklukan.
b.      Kemudian tindakan efektif dilakukan untuk pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon-pohon ditanam untuk diambil buah dan hasilnya dan kebijakan di bidang keamanan perdagangan dilaksanakan dengan pembentukan organisasi kepolisian tetap.
c.       Usman mengurangi jumlah zakat dari pensiun. Tabri menyebutkan ketika khalifah Ustman menaikkan pensiun sebesar seratus dirham, tetapi tidak ada rinciannya. Beliau menambahkan santunan dengan pakaian. Selain itu ia memperkenalkan kebiasaan membagikan makanan di masjid untuk orang-orang miskin dan musafir.
d.      Sumber pendapatan pemerintah berasal dari zakat, ushr, kharaj, fay, dan ghanimah. Zakat ditetapkan 2,5 persen dari modal aset. Ushr ditetapkan 10 persen iuran tanah-tanah pertanian sebagaiman barang-barang dagangan yang diimpor dari luar negeri. Kharaj merupakan iuran pajak pada daerah-daerah yagn ditaklukan. Prosentase dari kharaj lebih tinggi dari ushr. Ghanimah yang didapatkan dibagi 4/5 kepada para prajurit yang ikut andil dalam perang sedangkan 1/5-nya disimpan sebagai kas negara.

5.    Ali bin Abi Thalib ( 23H – 40H / 600 – 661 M )
a.       Beliau mendistribusikan seluruh pendapatan provinsi yang ada di Baitul Mal Madinah , Busra, dan Kuffah. Ali ingin mendistribusikan sawad, namun ia menahan diri untuk menghindari terjadi perselisihan.
b.      Secara umum, banyak kebijakan dari khalifah Ustman yang masih diterapkan, seperti alokasi penegeluaran yang tetap sama. Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambahkan jumlahnya pada masa Ustman hampir dihilangkan seluruhnya.
c.       Khalifah Ali mempunyai konsep yang jelas mengenai pemerintahan, administrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannnya seperti mendiskripsikan tugas dan kewajiban dan tanggung jawab penguasa, menyusun dispensasi terhadap keadilan, kontrol atas pejabat tinggi dan staf, menjelaskan kebaikan dan kekurangan jaksa, hakim dan abdi hukum, menguraikan pendapatan pegawai administratif dan pengadaan bendahara.
6.    Dinasti Umayyah
a.    Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan
1)    Mampu membangun sebuah masyarakat muslim yang tertata rapi.
2)    Membangun kantor catatan negara dan layanan pos (al-barid).
3)    Membangun Pasukan Suriah menjadi kekuatan militer Islam yang terorganisir dan disiplin tinggi.
4)    Mencetak mata uang, mengembangkan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan administrasi politik.
5)    Mengembangkan jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan professional.
6)    Menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara

b.    Khalifah Abdul Malik bin Marwan
1)    Mengembangkan pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam, sebagai bentuk upaya penolakan atas permintaan pihak Romawi agar Khalifah Abdul Malik bin Marwan menghapuskan kalimat Bismillahirahmanirrahim dari mata uang yang berlaku pada saat itu. Dan selanjutnya, pada tahun 74 H/659 M beliau mencetak mata uang Islam tersendiri yang mencantumkan kalimat Bismillahirahmanirrahim dan mendistribusikan keseluruh wilayah Islam serta melarang pemakaian mata uang lain.
2)    Menjatuhkan hukuman ta’zir kepada mereka yang mencetak mata uang di luar percetakan Negara.
3)    Melakukan berbagai pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.

c.   Khalifah Umar bin Abdul Aziz
1)    Ketika diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat dan mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya yang diperoleh secara tidak wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, hingga cincin berlian pemberian Al Walid.
2)    Selama berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun dari baitul maal, termasuk pendapatan Fai yang telah menjadi haknya.
3)    Memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih baik daripada menambah perluasan wilayah. Dalam rangka ini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.
4)    Dalam melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih bersifat melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
5)    Menghapus pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajak kaum Nasrani, membuat aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa.
6)    Memperbaiki tanah pertanian, menggali sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempat penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat.
7)    Menetapkan gaji pejabat sebesar 300 dinar dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja sampingan. Selain itu pajak yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku kepada tiga profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah.
8)    Dalam bidang pertanian Khalifah Umar bin Abdul Aziz melarang penjualan tanah garapan agar tidak ada penguasaan lahan. Ia memerintahkan amirnya untuk memanfaatkan semaksimal mungkin lahan yang ada. Dalam menetapkan sewa tanah, khalifah menerapkan prinsip keadilan dan kemurahan hati. Ia melarang memungut sewa terhadap tanah yang tidak subur dan jika tanah itu subur, pengambilan sewa harus memperhatikan tingkat kesejahteraan hidup petani yang bersangkutan.
9)    Menerapkan kebijakan otonomi daerah. Setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk mengelola zakat dan pajak secara sendiri-sendiri dan tidak mengharuskan menyerahkan upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan memberikan bantuan subsidi kepada wilayah Islam yang pendapatan zakat dan pajaknya tidak memadai. Dan juga memberlakukan sistim subsidi antar wilayah, dari yang surplus ke yang pendapatannya kurang.
10) Dalam menerapkan Negara yang adil dan makmur, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadikan jaminan social sebagai landasan pokok. Khalifah juga membuka jalur perdagangan bebas, baik didarat maupun dilaut, sebagai upaya peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Pemerintah menghapus bea masuk dan menyediakan berbagai bahan kebutuhan sebanyak mungkin dengan harga yang terjangkau.
11) Pada masa-masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan Negara berasal dari zakat, hasil rampasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.
12) Kembalinya syariat Islam dengan semua ketinggian dan kesempurnaannya untuk mewarnai seluruh aspek kehidupan.

7.    Dinasti Abbasyiah
a.    Abu Ja’far Al-Manshor (136 H-148 H)
1)      Konsolidsi dan penertiban administrasi birokrasi.
2)      Membentuk lembaga protokol agama, sekretaris negara dan kepolisian negara, membenahi angkatn bersenjata, dan membentuk lembaga kehakiman negara.
3)      Hemat dalam membelanjakan harta Baitul Mal

b.    Al-Mahdi (158 H-169 H)
1)      Pembangunan tempat-tempat persinggahan para Musafir Haji.
2)      Pembuatan kolam-kolam air bagi para khalifah dagang.
3)      Mengembalikan seluruh harta yang dirampas ayahnya.

c.    Harun Al-Rasyid
1)      Diversifikasi sumber pendapatan Negara.
2)      Membangun Baitul Mal (dengan menunjuk beberapa diwan) :
a)      Diwan al-Khazanah
b)      Diwan al-azra’
c)      Diwan khaziun as siaab
3)      Pendistribusian Dana :
a)      Riset ilmiah dan penerjemahan buku-buku yunani
b)      Biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai
c)      Biaya para tahanan
4)      Tiga cara pemungutan al- kharaj
a)      Al-muhasabah
b)      Al-muqasamah
c)      Al-muqata’ah

8.    Abu Yusuf
a.       Mekanisme
1)      Abu Yusuf dalam membenahi sistem perekonomian, ia membenahi mekanisme ekonomi dengan jalan membuka jurang pemisah antara kaya dan miskin.
2)      Menggantikan sistem wazifah dengan sistem muqasamah
3)      Membangun fleksibilitas sosial
4)      Membangun sistem politik dan ekonomi yang transparan
5)      Pengaturan pengeluaran negara, baik berkait dengan Insidental Revenue (Ghanimah dan Fai’) maupun Permanent Revenue (Kharaj, Jizyah, Ushr, dan Shadaqah/Zakat) dijelaskan secara transparan pengalokasiannya kepada masyarakat, terutama kaitannya dengan fasilitas publik.
6)      Menciptakan sistem ekonomi yang otonom.
b.      Keuangan Publik
1)        Ghanimah
2)        Pajak (kharaj)
a)      Wilayah lain (di luar Arab) di bawah kekuasaan Islam
                                                         I.            Wilayah yang diperoleh melalui peperangan.
                                                      II.            Wilayah yang diperoleh melalui perjanjian damai.
                                                   III.            Wilayah yang dimiliki muslim diluar Arab. (mebayarUsyr).
b)      Wilayah yang berada di bawah perjanjian damai
                                                         I.            Penduduk yang kemudian masuk Islam (membayar Usyr).
                                                      II.            Penduduk yang tidak memeluk Islam (membayar Kharaj).
c)      Tanah taklukan
                                                         I.            Penduduk yang masuk Islam sebelum kekalahan, maka tanah yang mereka miliki akan tetap menjadi milik mereka dan harus membayar Usyr.
                                                      II.            Tanah taklukan tidak diserahkan dan tetap dimiliki dzimmi, maka wajib membayarKharaj.
                                                   III.            Tanah yang dibagikan kepada para pejuang, maka tanah tersebut dipungut Usyr.
                                                   IV.            Tanah yang ditahan Negara, maka kemungkinan jenis pajaknya adalah Usyr danKharaj.
3)        Zakat
a)      zakat pertanian.
Jumlah pembayaran zakat pertanian adalah sebesar usyr yaitu 10% dan 5%, tergantung dari jenis tanah dan irigasi. Yang termasuk kategori tanah ‘usryiyah menurut abu yusuf adalah :
                                                 I.            Lahan yang termasuk jazirah arab, meliputi hijaz, makkah, madinah dan yaman.
                                              II.            Tanah tandus / mati yag dihidupkan kembali oleh orang islam.
                                           III.            Setiap tanah taklukan yang dibagikan kepada tentara yang ikut berperang, seperti kasus tanah khaibar.
                                           IV.            Tanah yang diberikan kepada orang islam, seperti tanah yang dibagikan melalui institusi iqta kepada orang-orang yang berjasa bagi Negara.
                                              V.            Tanah yang dimiliki oleh orang islam dari Negara, seperti tanah sebelumnya dimiliki oleh raja-raja Persia dan keluarganya, atau tanah yang ditinggalkan oleh musuh yang terbunuh atau melahirkan diri dari peperagan.
b)      zakat dari hasil mineral atau barang tambang lainnya.
Abu yusuf dan ulama hanafiyah berpendapat bahwa standar zakat untuk barang-barang tersebut, tarifnya seperti ganimah 1/5 atau 20% dari total produksi.
4)      Faiy’
Semua harta fay’ dan harta- harta yang mengikutinya berupa kharaj, jizyah dan usyr merupaka harta yang boleh dimanfaatkan oleh kaum muslimin dan disimpan dalam Bait Al-Mal, semuanya termasuk kategori pajak dan merupakan sumber pendapatan tetap bagi Negara, harta tersebut dapat dibelanjakan untuk memelihara dan mewujudkan kemaslahatan Umat.
5)      Usyr (Bea Cukai)
Tarif usyr ditetapkan sesuai dengan status pedagang. Jika ia muslim maka ia akan dikenakan zakat pedagang sebesar 2,5% dari total barang yang dibawanya. Sedangkan ahl jimah dikenakan tariff 5%, kafir harbi, dikenakan tariff 10%. Selain itu, kafir harbi dikenakan bea sebanyak kedatangan mereka ke Negara islam. Tetapi, bagi pedagang muslim dan pedagang ahl jimmah bea hanya dikenakan sekali dalam setahun.
a)         Pertama, barang-barang tersebut haruslah barang-barang yang dimaksudkan untuk diperdagangkan.
b)        Kedua, nilai barang yang dibawa tidak kurang dari 200 dirham.


9.    Imam Asy-Syaibani
a.         Al-Kasb (Kerja)
Dalam kitab Al-Kasb (Kerja) ini, asy-Syaibani mendefinisikan al-Kasb (kerja) sebagai mencari perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Berkenaan dengan hal tersebut , Al-Syaibani menegaskan bahwa kerja yang merupakan unsur utama produksi mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT dan karenanya, hukum bekerja adalah wajib.
b.        Kekayaan dan Kefakiran
Ia menyatakan apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian bergegas pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka.
c.         Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian
Asy-Syaibani membagi usaha perekonomian menjadi empat macam, yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian dan perindustrian. Dari keempat usaha perekonomian tersebut, Asy-Syabani lebih mengutamakan usaha pertanian. Menurutnya pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksanakan berbagai kewajibannya.
d.        Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi
Al-Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara, yaitu makan, minum, pakaian dan tempat tinggal.
e.         Distribusi Pekerjaan
Imam Asy-Syaibani menandaskan bahwa seorang yang fakir membutuhkan orang kaya dan orang kaya membutuhkan tenaga orang miskin. Dari hasil tolong menolong itu, manusia jadi lebih mudah dalam menjalankan aktivitas kepada-Nya. Lebih jauh Asy-Syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan niat melaksanakan ketaatan kepada-Nya atau membantu saudaranya untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya, pekerjaan tersebut niscaya akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya.

10.              Abu Ubaid
a.         Filosofi Hukum dari Sisi Ekonomi.
Jika isi kitab al-Amwal dievaluasi dari sisi filosofi hukum, akan tampak bahwa Abu Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama. Bagi Abu Ubaid, pengimplementasian dari prinsip ini akan membawa kesejahtraan ekonomi dan keselarasan sosial.
1)      Abu Ubaid menyatakan bahwa zakat tabungan dapat diberikan kepada negara ataupun langsung kepada para penerimanya, sedangkan zakat komoditas harus diberikan kepada pemerintah dan jika tidak, maka kewajiban agama diasumsikan tidak ditunaikan.
2)      Abu Ubaid juga menekankan bahwa perbendaharaan negara tidak boleh disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan pribadinya. Dengan kata lain, perbendaharaan negara harus digunakan untuk kepentingan publik.
3)      Kaum Muslimin dilarang menarik pajak terhadap tanah penduduk non-Muslim melebihi dari apa yang diperbolehkan dalam perjanjian perdamaian.
4)      Abu Ubaid menekankan kepada petugas pengumpul kharaj, jizyah, ushur, atauzakat untuk tidak menyiksa masyarakat, dan di lain sisi masyarakat agar memenuhi kewajiban finansialnya secara teratur dan sepantasnya.
b.        Dikotomi Badui-Urban.
Pembahasan mengenai dikotomi badui-urban dilakukan Abu Ubaid ketika menyoroti alokasi pendapatan fai. Abu ubaid menegaskan bahwa, kaum badui bertentangan dengan kaum urban (perkotaan).
c.       Kepemilikan dalam Konteks Kebijakan Perbaikan Pertanian.
Kepemilikan menurut pemikiran abu Ubaid adalah mengenai hubungan anatara kepemilikan dengan kebijakan perbaikan pertanian. Secara implisit Abu Ubaid mengemukakan bahwa kebijakan pemerintahan, seperti iqta’ (enfeoffment) tanah gurun dan deklarasi resmi terhadap kepemilikan individual atas tanah tandus yang disuburkan, sebagai insentif untuk meningkatkan produksi pertanian. Maka tanah yang diberikan dengan persyaratan untuk diolah dan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, jika dibiarkan menganggur selama tiga tahun berturut-turut, akan didenda dan kemudian dialihkan kepemilikannya oleh penguasa. Bahkan tanah gurun yang termasuk hima pribadi dengan maksud untuk direklamasi, jika tidak ditanami dalam periode yang sama, dapat ditempati oleh orang lain melalui proses yang sama.
      Dalam pandangan Abu Ubaid, sumber daya publik, seperti air, padang rumput, dan api tidak boleh dimonopoli seperti hima (taman pribadi). Seluruh sumber daya ini hanya dapat dimasukkan ke dalam kepemilikan negara yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
d.      Reformasi distribusi zakat
Abu Ubaid mengindikasikan adanya tiga kelompok sosio-ekonomi yang terkait dengan setatus zakat, yaitu:
1)  Kalangan kaya yang terkena wajib zakat
2) Kalangan menengah yang tidak terkena wajib zakat, tetapi juga tidak berhak menerima zakat.
3) Kalangan menerima zakat
e.    Fungsi Uang
Pada prinsipnya, Abu Ubaid mengakui adanya dua fungsi uang, yakni sebagi standar nilai pertukaran (standard of exchange value) dan media pertukaran(medium of exchange).

11.              Imam Yahya bin Umar
a.       Ihtikar (Monopoly’s Rent-Seeking)
1)      Yahya bin Umar menyatakan bahwa timbulnya kemudaratan terhadap masyarakat merupakan syarat pelarangan penimbunan barang. Apabila hal tersebut terjadi, barang danganan hasil timbunan tersebut harus dijual dan keuntungan dari hasil penjualan ini disedekahkan sebagai pendidikan terhadap para pelaku ihtikar. Adapun para pelaku ihtikar itu sendiri hanya berhak mendapat modal pokok mereka.
2)      Menurut Yahya bin Umar apabila harga di pasar mengalami ketidak stabilan karena ulah dari beberapa pedagang, maka pemerintah sebagai lembaga formal harus melakukan intervensi terhadap harga di pasar tersebut, dengan mengembalikan tingkat harga pada Equilibrium Price (keseimbangan harga).
b.      Siyasah al-Ighraq (Dumping Policy)
Siyasah al-Ighraq (dumping) adalah sebuah aktivitas perdagangan yang bertujuan untuk mencari keuntungan dengan jalan menjual barang pada tingkat harga yang lebih rendah dari harga yang berlaku di pasaran. Menurut Dr. Rifa’at Al – Audi, pernyataan Yahya bin Umar yang melarang praktek banting harga (dumping) bukan dimaksudkan untuk mencegah harga – harga menjadi murah. Namun, pelarangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah dampak negatifnya terhadap mekanisme pasar dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
c.       Intervensi Pemerintah terhadap Ta’sir (Regulasi Harga)
Dua hal yang membolehkan pemerintah melakukan intervensi terhadap regulasi harga di pasar, yaitu:
1)      Para pedagang tidak menjual barang dagangan tertentu (Ihtikar/Monopoly’s Rent-Seeking), padahal masyarakat sangat membutuhkannya, akibat ulah dari sebagian pedagang tersebut, harga di pasar menjadi tidak stabil dan hal tersebut dapat membahayakan kehidupan masyarakat luas dan mencegah terciptanya masyarakat yang sejahtera.
2)      Sebagian pedagang melakukan praktek siyasah al ighraq atau banting harga (dumping). Praktek banting harga dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan stabilitas harga di pasar.

12.              Imam Al-Ghozali
a.    Evolusi Pasar
Pada saat itu, terjadi sebuah pasar dimana seorang penjual pakaian yang kebetulan ingin membeli makanan bertemu dengan penjual makanan yang ingin membeli pakaian, maka dari itu terjadilan sebuah pasar. Namun lain halnya dengan pedagang pisau yang ingin membeli makanan namun pedagang makanan tidak ingin membeli pisau. Dari hal ini menurut Al-Ghazali haruslah diciptakan sebuah pasar yang memuat semua pedagang dari berbagai kebutuhan untuk berkumpul pada sebuah daerah yang dinamakan.
b.    Aktivitas Produksi
Dalam aktivitas produksi, Al-Ghozali membagi aktivitas produksi menjadi tiga bagian, yaitu (i) industri pasar, (ii) aktivitas penyokong (iii) aktivitas komplementer.
c.    Evolusi Uang
Secara umum, Al Ghazali menjelaskan secara komprehensif mengenai permasalahan dalam barter. Beberapa permasalahan barter menurutnya adalah:
1)      kurang memiliki angka penyebut yang sama
2)      Barang tidak dapat dibagi-bagi
3)      Keharusan adanya dua keinginan yang sama.
d.   Pajak ketika sumber pendapatan negara sedang tidak ada.
e.    Kewajiban selain zakat.

13.              Ibnu Hazm
a.       Masalah Sewa Tanah dan Kaitannya Dengan Pemerataan Kesempatan.
Ibnu Hazm  memberikan  tiga alternatif  penggunaan tanah yaitu Pertama, Tanah tersebut dikerjakan atau di garap oleh pemiliknya sendiri.  Kedua, Pemilik mengizinkan orang lain menggarap tanah tanpa meminta sewa. Ketiga, Pemilik memberikan kesempatan orang lain untuk menggarapnya dengan bibit, alat, atau tenaga kerja yang berasal dari dirinya, kemudian pemilik memperoleh bagian dari hasilnya dengan persentasi tertentu sesuai kesepakatan.
b.      Jaminan sosial bagi orang tidak mampu
1)      Pemenuhan Kebutuhan Pokok (Basic Needs) dan Pengentasan Kemiskinan.
                                           I.            Ibnu Hazm menyebutkan empat kebutuhan pokok yang memenuhi standar kehidupan manusia, yaitu makanan, minuman, pakaian, dan perlindungan (rumah). Makanan dan minuman harus dapat memenuhi kesehatan dan energi. Pakian harus dapat menutupi aurat dan melindungi seseorang dari berbagai dari udara panas dan dingin serta hujan. Rumah harus dapat melindungi seseorang dari berbagai cuaca dan juga memberikan tingkat kehidupan pribadi yang layak.
                                        II.            Salah satu pandangan Ibnu Hazm dalam masalah ini adalah sebagai berikut:
“Orang-orang kaya dari penduduk setiap negari wajib menanggung kehidupan orang-orang fakir miskin diantara mereka. Pemerintah harus memaksakan hal ini terhadap mereka jika zakat dan harta kaum muslimin (bait al-mal) tidak cukup untuk mengatasinya, orang kafir miskin itu harus diberi makanan dari bahan makanan semestinya, pakian untuk musim dingin dan musim panas yang layak, dan tempat tinggal yang dapat melindungi mereka dari hujan, panas matahari, dan pandangan orang-orang yang lalu lalang”.
2)      Kewajiban Mengeluarkan Harta Selain Zakat.
Adapun kewajiban harta selain zakat sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta kebutuhan atau bersifat aridhi (muncul belakangan karna suatu sebab) dan bukan dzati dan tidak tertentu jumlahnya. Kewajiban akan mengalami perubahan sesuai dengan perubahan lingkungan, situasi, dan kondisi. Jika fakir miskin dan orang-orang yang layak untuk disantuni tidak ada dalam suatu waktu, kewajiban tersebut hillang dengan sendirinya.

14.              Nidzam Al-Mulk
a.       Nizam Al-Mulk menyadari sepenuhnya mengenai 3 faktor, yaitu : kemakmuran, produktivitas dan efisiensi. Mengamankan kesejahteraan dapat meningkatkan lebih besar produktivitas yang diharapkan dan efisiensi.
b.      Menurut Nizam Al-Mulk, stabilitas nasional dapat dicapai dengan memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat dipenuhi secukupnya. Negara harus bisa menjamin ketersediaan pasokan yang cukup selama terjadi serangan hama atau gagal panen.
c.       Nizam Al-Mulk menegaskan bahwa persamaan hak dalam kesempatan melakukan kegiatan ekonomi adalah persyaratan awal untuk mencapai persamaan sosial. Upaya ekonomi untuk mencapai tujuan ini mencakup manajemen zakat yang efektif, bangunan pondok dan rumah untuk rakyat miskin, dan tersedianya lapangan kerja bagi rakyat sesuai kapasitas dan imbalannya.
d.      Nizam Al-Mulk tidak menyangkal bahwa sistem pajak yang baik menjadi basis keuangan yang sehat. Walaupun demikian, ia percaya bahwa keuangan yang sehat bukanlah segala-galanya untuk menghindari kesulitan nasional.
e.       Terkait dengan persoalan pajak tanah, Nizam Al-Mulk merekomendasikan pembatalan dari pembebanan (charge) oleh tuan tanah terhadap petani yang tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar pajak. Dalam pandangannya, tuan tanah hanyalah sebatas pengumpul pajak, bahkan mereka tidak mempunyai hak untuk menetapkan jumlah pajak karena hal tersebut merupakan hak mutlak pemerintah. Dalam hal ini, Nizam Al-Mulk ingin mengurangi kekuasaan dan hak mutlak para tuan tanah, dan menjadikan pemerintah menjadi lebih berkuasa.

15.  Ibnu Taimiyah
a.       Uang dan Kebijakan Moneter
Secara khusus, Ibnu Taimiyah menyebutkan dua fungsi uang sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ibnu Taimiyah juga menentang keras praktek perdagangan uang, karena itu mengalihkan fungsi uang dari fungsi yang sebenarnya. Ibnu Taimiyah juga menentang keras terjadinya penurunan nilai uang dan penetapan uang yang berlebihan. Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa Ibnu Taimiyah memahami pemikiran tentang hubungan antara jumlah uang total volume transaksi dan tingkat harga. Ibnu Taimiyah juga meminta para penguasa untuk mencetak mata uang sesuai nilai riilnya agar kesejateraan masyarakat tetap terjamin karena nilai uang sesuai dengan nilai intrisiknya.
b.      Fungsi Uang dan Perdagangan Uang
Dalam hal uang, beliau menyatakan bahwa fungsi utama uang adalah sebagai alat pengukur nilai dan sebagai media untuk memperlancar pertukaran barang. Terdapat sejumlah alasan mengapa uang dalam Islam dianggap sebagai alat untuk melakukan transaksi, bukan diperlakukan sebagai komoditas yaitu :
1)      Uang tidak mempunyai kepuasan intrinsik (intrinsic utility) yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia secara langsung. Uang harus digunakan untuk membeli barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan. Sedangkan komoditi mempunyai kepuasan intrinsik, seperti rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai. Oleh karena itu uang tidak boleh diperdagangkan dalam Islam.
2)      Komoditas mempunyai kualitas yang berbeda-beda, sementara uang tidak. Contohnya uang dengan nominal Rp.10.000,- yang kertasnya kumal nilainya sama dengan kertas yang bersih. Hal itu berbeda dengan harga mobil baru dan mobil bekas meskipun model dan tahun pembuatannya sama.
3)      Komoditas akan menyertai secara fisik dalam transaksi jual beli. Misalnya kita akan memilih sepeda motor tertentu yang dijual di showroom. Sementara uang tidak mempunyai identitas khusus, kita dapat membeli mobil tersebut secara tunai maupun cek. Penjual tidak akan menanyakan bentuk uangnya seperti apa.

16.  Ibnu Kaldun
a.       Teori Produksi
Ibnu Khaldun menganjurkan organisasi sosial dan produksi dalam bentuk suatu spesialisasi kerja. Hanya spesialisasi saja yang memberikan produktivitas yang tinggi. Hal ini perlu untuk penghasilan dari suatu penghidupan yang layak. Hanya pembagian kerja yang memungkinkan terjadinya suatu surplus dan perdagangan antara para produsen. Bagi Ibnu Khaldun, tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling penting. Karena itu, semakin banyak populasi yang aktif, semakin banyak produksinya. Dengan demikian, Ibnu Khaldun menguraikan suatu teori yang menunjukkan interaksi antara permintaan dan penawaran, permintaan menciptakan penawarannya sendiri yang pada gilirannya menciptakan permintaan yang bertambah.
b.      Teori Nilai, Uang dan Harga
1)      Teori Nilai
Bagi ibnu Khaldun, nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya. Begitu juga kekayaan bangsa-bangsa tidak ditentukan oleh jumlah uang yang dimiliki bangsa tersebut, tetapi ditentukan oleh produksi barang dan jasanya dan oleh neraca pembayaran yang sehat. Neraca pembayaran yang sehat adalah konsekuensi alamiah dari tingkat produksi yang tinggi.
2)      Teori Uang
Ibnu Khaldun mengatakan bahwa uang tidak perlu mengandung emas dan perak, tetapi emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang yang tidak mengandung emas dan perak merupakan jaminan pemerintah menetapkan nilainya dan pemerintah tidak boleh mengubahnya.
3)      Teori Harga
Ibnu Khaldun membagi jenis barang menjadi barang kebutuhan pokok dan barang mewah. Kemudian beliau berpendapat, naik turunnya penawaran terhadap harga ketika barang-barang yang tersedia sedikit, harga-harga akan naik. Namun bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan turun. 
c.       Teori Distribusi
Harga suatu produk terdiri dari tiga unsur : gaji, laba, dan pajak. Setiap unsur ini merupakan imbal jasa bagi setiap kelompok dalam masyarakat : gaji adalah imbal jasa bagi produser, laba adalah imbal jasa bagi pedagang, dan pajak adalah imbal jasa bagi pegawai negeri dan penguasa. Karenanya Ibnu Khaldun membagi perekonomian ke dalam tiga sektor : produksi, pertukaran, dan layanan masyarakat.
d.      Teori Siklus
Bagi Ibnu Khaldun, produksi bergantung kepada penawaran dan permintaan terhadap produk. Penawaran tergantung kepada jumlah produsen dan hasratnya untuk bekerja, demikian juga permintaan tergantung kepada jumlah pembeli dan hasrat mereka untuk membeli. Variabel penentu bagi produksi adalah populasi serta pendapatan dan belanja negara, keuangan publik. Namun menurut Ibnu Khaldun populasi dan keuangan publik harus menaati hukum yang tidak dapat ditawar-tawar dan selalu berfluktuasi.


17.              Ibnu Ishak Asy-Syatibi
a.       Objek Kepemilikan.
Pada dasarnya, Al-Syatibi mengakui hak milik individu. Namun, ia menolak kepemilikan individu terhadap setiap sumber daya yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak. Ia menegaskan bahwa air bukanlah objek kepemilikan dan penggunaanya tidak bisa dimiliki oleh seorang pun.
b.      Pajak
Dalam pandangan Al-Syatibi, pemungutan pajak harus dilihat dari sudut pandang maslahah (kepentingan umum). Syariah menginginkan setiap individu memperhatikan kesejahteraan mereka. Asy-Syatibi menggunakan istilah maslahah untuk menggambarkan tujuan syariah ini. Dengan kata lain, manusia senantiasa dituntut untuk mencari kemaslahatan.


18.              Imam Al-Maqrizi
a.       Fungsi Mata Uang
Bagi Al-Maqrizi, mata uang mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan ummat manusia, karena dengan menggunakan uang, manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup serta memperlancar aktivitas kehidupannya.
b.      Implikasi Penciptaan Mata Uang Buruk
Al-Maqrizi menyatakan bahwa penciptaan mata uang dengan kualitas yang buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas baik.
c.       Daya Beli Uang
Percetakan mata uang harus disertai dengan perhatian yang lebih besar dari pemerintah untuk menggunakan mata uang tersebut dalam bisnis selanjutnya. Pengabaian terhadap hal ini, sehingga terjadi peningkatan yang tidak seimbang dalam pencetakan uang dengan aktivitas produksi dapat menyebabkan daya beli riil uang mengalami penurunan
d.      Teori Inflasi
Al-Maqrizi meyatakan bahwa peristiwa inflasi merupakan sebuah fenomena alam yang menimpa kehidupan masyarakat di seluruh dunia sejak masa dahulu hingga sekarang. Menurutnya terjadi ketika harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung terus-menerus. Al-Maqrizi membagi Inflasi menjadi dua hal, sebagai berikut :
1)      Inflasi Alamiah
Inflasi jenis ini disebabkan oleh berbagai faktor alamiah yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Menurut Al-Maqrizi, ketika suatu bencana alam terjadi, berbagai bahan makanan dan hasil bumi lainnya mengalami gagal panen, sehingga persediaan barang-barang tersebut mengalami penurunan yang sangat drastic dan terjadi kelangkaan.
2)      Inflasi Karena Kesalahan Manusia
Selain faktor alam, Al-Maqrizi menyatakan bahwa inflasi dapat terjadi akibat kesalahan manusia. Ia telah mengidentifikasi tiga hal yang menyebabkan terjadinya inflasi jenis kedua ini yaitu: korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan dan peningkatan sirkulasi mata uang.

19.              Abu A’la Al-Maududi
a.       Prinsip-prinsip Dasar
1)      Kepimilikan pribadi dan batasannya (private properti and its limits).
2)      Keadilan distribusi (equetable distribution).
3)      Hak-hak sosial
4)      Zakat
5)      Hukum waris (law of inheritance)
6)      Peran tenaga kerja,modal, dan pengelolaan (role of labour, capital, manegement).
7)      Zakat dan kesejahteraan sosial (zakat and social welfare)
8)      Ekonomi bebas riba (interset-free economy)
9)      Hubungan antara ekonomi, politik dan aturan sosial.
b.      Teori Bunga
Menurut al-Maududi, bunga yang dipungut oleh bank itu haram hukumnya. Karena, terdapat pembayaran lebih dari uang yang dipinjamkan dan sangat menyengsarakan masyarakat. Sedangkan uang lebih dari itu adalah riba, dan riba itu adalah haram hukumnya.
c.       Teori Piutang Menanggung Resiko
Sewa merupakan kompensasi terhadap resiko yang ditanggung oleh kreditor karena memberi pinjaman dan sekaligus imbalan karena ia memberikan pinjaman modalnya.
d.      Teori Peminjam Memeroleh Keuntungan
Naik turunya, keuntungan sejalan dengan naik turunya waktu dan tidak ada alasan mengapa kreditor tidak boleh mengenakan harga(waktu) sesuai dengan lamanya waktu.
e.       Teori produktivitas modal
Modal adalah produktif yang dapat diartikan bahwa modal mempunyai daya untuk menghasilkan barang yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dapat dihasilkan tanpa modal itu, atas modal mempunyai daya untuk menghasilkan tanpa modal tersebut, atau  bahwa modal mempunyai daya untuk menghasilkan nilai tambah daripada nilai yang telah ada itu sendiri.

20.              Baqir as-Sadr
a.       Ekonomi Islam
Menurutnya, ekonomi Islam adalah sebuah doktrin, semua aturan dasar dalam kehidupan ekonomi dihubungkan dengan ideologinya mengenai  (keadilan sosial). Di dalam doktrin ekonominya, keadilan menempati posisi sentral. Keadilan merupakan penilaian moral dan tidak dapat diuji.
1)   Distribusi pendapatan
Distribusi pendapatan adalah suatu proses pembagian (sebagian hasil penjualan produk total) kepada faktor-faktor yang ikut menentukan pendapatan. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu faktor tenaga kerja, tanah, modal, dana managemen. Lalu besaran distribusi pendapatan ditentukan oleh tingkat peranan masing-masing faktor produksi.
2)   Distribusi
Sadr membagi distribusi menjadi dua bagian :
a.       Pre-Production distribution (distribusi sebelum produksi)
Membahas distribusi tanah dan sumber daya alam lain yang diistilahkan dengan kekayaan primer. Dalam segi kepemilikan sumber daya alam, ia membaginya menjadi 4 kategori yaitu: tanah, bahan mentah, sumber daya alam di dalam tanah dan air, serta sumber daya lain (produk laut, sungai, buah-buahan).
b.      Post-production distribution (distribusi sesudah produksi)
Sadr menyatakan bahwa Islam tidak menganggap semua faktor produksi (ataupun pemiliknya) itu sama sederajat yakni orang yang melakukan prduksi adalah pemilik riil dari barang yang dihasilkan. Dan meletakkan manusia sebagai majikan bukan budak produksi. Ada beberapa bentuk distribusi kekayaan/pendapatan yang diatur oleh Islam sebagai faktor produksi yaitu :
-          Sewa atas tanah
-          Upah bagi pekerja
-          Imbalan atas modal
-          Laba bagi perusahaan

No comments:

Post a Comment