A. Definisi
Ilmu Hadits
Menurut Prof.
Dr. T.M Hasbi Ash-Shiddieqy menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “ilmu Hadits”
itu ialah : “Ilmu yang berpautan dengan hadits”[1].
Mengenai difinisi ini beliau kemukakan karena banyaknya ilmu yang mempelajari
hadis tentang hadis dan jumlah hadis juga sangat banyak, selain itu masa
pembukuannya dan penerbitannya di antara ilmu-ilmu hadits itu sendiri tidak
dalam satu periode yang sama.
Ilmu Hadits
menurut ulama Mutaqadimin adalah ilmu yang mempeajari tentang cara-cara persambungan
hadits sampai kepada Rasulullah SAW dari segi ihwal para periwayatnya,
kedabitan, keadilan, dan dari segi bersambung tidak segi sanadnya dan
sebagainya.[2]
Ilmu Hadits
menurut ulama Mutaakhirin terbagi menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan
imu hadits dirayah. Kedua ilmu inimerupakan batasan yag sudah ditetapkan oleh
para ulama-ulama mutaakhirin. Berikut ini adalah penjabaran dari keduanya,
sebagai berikut:
1. Ilmu
Hadits Riwayah
Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya. Ada pula menurut Ibn al-akfani sebagaimana dikutip
oleh al-Suyuthi yang saya dapatkan dari buku Ilmu Hadis milik Drs. H. Muinzer
Suparta M.A yaitu “ilmu pengetahuan yang mencangkup perkataan dan perbuatan
Nabi SAW, baik periwayatannya, pemeliharaannya, maupun penulisan ataupun
pembukuan lafaz-lafaznya”. Menurut jumhur ulama sendiri bahwa yang dimaksud
Ilmu Hadits Riwayah ialah suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi SAW,
perbuatan Nabi, taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat Beliau. Dengan kata lain yang
dimaksud oleh para jumhur ulama ialah Ilmu yang membahas segala sesutu yang
datang dari Nabi, baik sabdanya, perbuatannya, taqrirnya, dan sabagainnya.[3]
Meurut ulama Tahqiq Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang membahas cara
penyambungan hadits kepada shahih al-risalah, junjungan kita Nabi Muhammad SAW
dari segi keadaan para perawinnya, mengenai kekuatan hafalan dan keadilan mereka
dan dari segi keadaan sanad, putus dan berrsambungnya dan sepertinya.[4]
Objek kajian hadits riwayah adalah bagaimana cara
menerima, menyampaikan kepada orang lain, dan memindahkan atau mendewankan.
Dalam penyampaian dan penulisan harus disampaikan apa adanya, baik yang
berkaitan dengan sanad dan matannya. Ilmu ini tidak menjabarkan tentang syadz
(kejanggalan) dan ‘illat (kecacatan) matan hadits. Kemudian didalam sini juga
tida membahas tentang kualitas para perawi, keadilan, kebatinan maupun
fisiknya.
Faedah dari mempelajari lmu hadis riwayah ini adalah
untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama,
yaitu Nabi Muhammad SAW. Menurut Syuhdi Ismail dalam bukunya Pengantar Ilmu
Hadits faedah dan tujuan untuk mempelajari Hadits Riwayah adalah untuk
mengertahui segala sesuatu yang berpautan dengan pribadi nabi dalam usaha
memahami dan mengamalkan ajaran beliau guna memperoleh kemenangan dan
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Menrut Ismil dalam bukunya tadi
ulama yang terkenal atau menjadi seorang pelopor dalam hal Hadits Riwayah ini
Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry. Beliau ini adalah yang pertma-tama menghimpun
hadits-hadits Nabi atas perintah Umar bin Abdul Aziz pada masa pemerintahannya.
Beiau ini terkenal karena hafalannya yang sudah masyhur, hal ini telah diakui
oleh para ulama pada saat itu. Imam Bukhari pernah menyatakan bahwa az-zuhry
mampu menghafal Al-Quran hanya dalam tempo 80 malam. Hisyam bin Malik pernah
meminta tolong kepada Az-Zuhry untuk menuliskan hadits-hadits Nabi untuk
keperluan, sekitar 400 hadits ia diktekan kepada beliau. Setelah selang waktu 1
bulan catatan itu hilang, kemudian Hisyam meminta Az-Zuhry mendiktekannya
kepada penulis, dan ternyata dua buah catatan dalam jangka waktu yang berbeda
itu tidak ada perbedaan sedikitpun.
2. Ilmu
Hadits Dirayah
Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah
untuk mengetahui hal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadits
sifat-sifat hadits dan sebagainnya.[5]
Ada jga yang mendifinisikan Imu Hadits Dirayah adalah ilmu pengetahuan untuk
mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, hukum-hukumnya
serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syratnya, macam-macam
hadits yang diriwayatkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.[6]
Objek kajian dari Ilmu Hadits Dirayah ini ialah keadaan
para perawi dan marawiya. Pengertian keadaan disini dimaksudkan bahwa segala
sesuatu yang menyangkut kepribadiannya, semisal akhak, tabi’at, dan keadaan
hafalan. Sedangkan yang dimaksud dengan marwi adalah kesashihan, kedhaifan, dan
dari sudaut ain yang berkaitan dengan matan[7].
Banyak hal yang dapat kita dapatkan dari mempelajari
Ilmu Hadits Dirayah, diantaranya yaitu faedahnya. Faedah yang didapatkan
setelah mempelajari Ilmu Hadits Dirayah, diantaranya:
a. Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa kemasa mulai dari
masa Rasulullah sampai saat ini.
b. Dapat
mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yag telah mereka lakukan dalam
mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits.
c. Mengetahui
kaidah-kaidah yang dipergunakan para ulama-ulama dalam mengklasifikasi hadits
lebih lanjut.
d. Dapat
mngetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria hadits-hadits sebagai
pedoman dalam beristinbath.
e. Mengetahui
kualitas sebuah hadits.[8]
f.
Untuk mengetahui
dan menetapkan tentang maqbul (dapat diterima) dan mardud (tertolak) suatu
hadits Nabi SAW.
g. Sebagai
mizan (neraca) yang dipergunakan untuk menghadapi Hadits Riwayah.[9]
Dalam
hal tokoh Hadits Dirayah juga memiliki berbagai tokoh penting, diantaranya
yaitu Al-Bukhari, Muslim, At-Turmudzy dan masih banyak lagi yang lainnya.
[1]
Ismail, Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits, 2011. (Bandung; Angkasa) halaman 61
[2]
Suparta, Muinzer. Ilmu Hadis, 2011. ( Jakarta; Rajawali Pers) halaman 24
[3]
Op.cit. ismail, Syuhudi. Halaman 62.
[4]
Ash- Shiddieqy. Ilmu hadits, 2009. (Semarang: Pustaka Riski Putra) halaman 111.
[5]
Op.cit ismail, Syuhudi. Halaman 62
[6]
Op.cit. Suprapta, Muinzer. Halaman 26.
[7]
Ibid halaman 27
[8]
Ibid Halaman 28.
[9]
Op.cit. ismail, Syuhudi. Halaman 63